- Sekolah di Amerika Serikat mulai mengajarkan pertukangan dan pengelasan karena kekhawatiran dampak AI pada kerja kantoran.
- SMA Middleton menggelontorkan dana besar untuk laboratorium manufaktur berbasis robot dan mesin canggih.
- Profesi manual kini dipandang bergaji tinggi dan membutuhkan keahlian khusus, menarik minat ribuan siswa Gen Z.
BlogSIA.eu.org - Sulitnya mendapatkan pekerjaan kantoran di tengah pesatnya perkembangan Artificial Intelligence mendorong Generasi Z melirik kembali profesi lama seperti pertukangan dan pengelasan, yang kini dikemas lebih modern dan menjanjikan masa depan kerja lebih stabil.
Perubahan peta dunia kerja akibat kemajuan Artificial Intelligence (AI) mulai dirasakan serius di Amerika Serikat. Sejumlah sekolah menengah atas di negara itu mengambil langkah strategis untuk menyiapkan siswa menghadapi masa depan, salah satunya lewat pengajaran keahlian pertukangan dan pengelasan. Langkah ini muncul dari kekhawatiran bahwa pekerjaan kantoran berisiko tergeser otomatisasi berbasis AI.
Kondisi tersebut mendorong pihak sekolah memutar strategi pendidikan. Mereka tidak hanya menghidupkan kembali pelajaran kejuruan lama, tetapi juga memadukannya dengan teknologi mutakhir agar tetap relevan. Program ini menyasar siswa sekolah menengah, terutama dari kalangan Gen Z yang mulai ragu pada jalur kerja kantoran konvensional.
SMA Middleton menjadi salah satu contoh sekolah yang serius mengembangkan pendekatan ini. Sekolah tersebut mengalokasikan dana sebesar US$90 juta untuk memperbarui laboratorium manufaktur. Investasi besar itu menghasilkan fasilitas modern, termasuk lengan robot yang dikendalikan komputer dan dapat diamati langsung oleh siswa melalui dinding kaca besar.
Dalam kurikulum tersebut, siswa mempelajari mata pelajaran yang sempat populer pada era 1990–2000-an, seperti konstruksi, manufaktur, serta pertukangan kayu. Bedanya, materi kini dikaitkan erat pada penggunaan mesin berteknologi tinggi dan sistem otomatis yang banyak digunakan di industri masa kini.
Upaya menarik minat siswa juga dilakukan lewat pendekatan realistis soal prospek ekonomi. Guru bahasa Inggris sekaligus instruktur pengelasan, Quincy Millerjohn, secara terbuka menjelaskan potensi penghasilan di sektor industri. Ia menyebutkan bahwa pekerja di pabrik baja dapat memperoleh upah sekitar US$41 ribu hingga US$52 ribu per jam atau setara Rp670 ribu hingga Rp849 ribu.
Pendekatan tersebut terbukti efektif. Dalam beberapa tahun terakhir, sekitar 2.300 siswa tercatat mengikuti kelas kejuruan tersebut. Angka ini menunjukkan perubahan minat yang signifikan di kalangan pelajar terhadap jalur karier nonkantoran.
Fenomena ini juga diamati oleh pemerintah daerah. Konsultan pendidikan pemerintah negara bagian Wisconsin, John Mihm, menilai kebangkitan minat pada keahlian pertukangan erat kaitannya pada kekhawatiran terhadap dampak AI pada pekerjaan administratif dan perkantoran.
"Ada pergeseran paradigma. [Pekerjaan tangan] kini adalah pekerjaan dengan keahlian tinggi dan gaji tinggi sehingga menarik buat banyak orang, karena mereka langsung melakukan segalanya sendiri," kata Mihm.
Peralihan minat Gen Z ke profesi pertukangan menunjukkan perubahan cara pandang terhadap dunia kerja, saat stabilitas, keahlian praktis, dan relevansi teknologi menjadi pertimbangan utama di tengah ketidakpastian masa depan pekerjaan kantoran.
(*)
Thanks for reading: AI Guncang Dunia Kerja, Gen Z Mulai Jauhi Pekerjaan Kantoran, Sorry, my English is bad:)
