BLOGSIA.EU.ORG - SUMENEP - Lonjakan volume sampah di Kabupaten Sumenep kian mengkhawatirkan. Dalam sembilan bulan terakhir tahun ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mencatat total timbunan sampah mencapai 39 ribu ton. Jumlah itu hanya berasal dari 41 Tempat Penampungan Sementara (TPS), belum termasuk dari fasilitas umum seperti puskesmas, pasar tradisional, dan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R).
Kepala Bidang Persampahan DLH Sumenep, Deddy Surya, menyebut peningkatan volume sampah terjadi hampir di seluruh wilayah. Menurutnya, strategi pengelolaan kini diarahkan dari hulu ke hilir dengan menekankan pentingnya pemilahan sejak dari rumah tangga.
“Volume sampah hingga akhir semester tiga mencapai 39 ribu ton dari 41 TPS. Tapi itu belum termasuk dari puskesmas, pasar, dan TPS3R,” ujarnya, Senin (6/10/2025).
Deddy menegaskan, pendekatan baru ini bertujuan menekan timbunan sejak dari sumbernya. “Kita ingin pengelolaan sampah dimulai dari sumber, yakni rumah tangga. Dari situ masuk ke bank sampah atau TPS3R. Sampah yang masih bisa dimanfaatkan diolah, sementara yang tidak bisa baru dibawa ke TPA,” katanya.
Meski demikian, masyarakat menilai langkah itu belum cukup. DLH dianggap belum memiliki terobosan nyata dalam mengurai persoalan sampah yang kian menumpuk. Padahal, pada 2024, instansi ini sempat percaya diri menjanjikan solusi modern lewat mesin Refuse Derived Fuel (RDF) senilai Rp2,8 miliar. Alat tersebut digadang-gadang mampu mengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif dan mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Torbang di Kecamatan Batuan yang telah penuh.
Namun, hingga Oktober 2025, mesin RDF itu belum juga difungsikan. Berdasarkan laporan Tribun Madura (6/10/2025), keterlambatan pengoperasian disebabkan belum adanya penandatanganan kerja sama antara DLH Sumenep dan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI), pihak yang akan menjadi mitra operasional mesin tersebut.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala DLH Sumenep, Anwar Syahroni Yusuf, menjelaskan penundaan terjadi karena Kepala DLH, Arif Susanto, tengah sakit. “Insyaallah penandatanganan akan dilakukan pada Selasa (14/10/2025) di Pendopo Keraton Sumenep,” ujarnya.
Publik kini mulai pesimistis. Banyak yang menilai DLH tidak serius menangani masalah sampah dan lebih fokus pada rutinitas pengangkutan tanpa inovasi. Kritik juga datang dari kalangan legislatif. Anggota Komisi III DPRD Sumenep, Muhri, menilai mesin RDF seharusnya segera dimanfaatkan karena memiliki potensi ekonomi yang besar.
Namun bagi warga, inti persoalan bukan sekadar potensi keuntungan, melainkan tanggung jawab pemerintah untuk memastikan mesin senilai miliaran rupiah itu benar-benar berfungsi. Di tengah meningkatnya volume sampah, publik berharap RDF tidak menjadi proyek mangkrak baru, melainkan solusi nyata bagi kebersihan dan kelestarian lingkungan di Sumenep.
(*)
Source: 1

