![]() |
Image credit: Maximilian Teodorescu |
BLOGSIA.EU.ORG - Sebuah foto luar biasa menyingkap dua fenomena langka di permukaan Matahari: tornado raksasa dan semburan plasma menjulang tinggi terjadi bersamaan. Momen itu diabadikan oleh peneliti asal Rumania, Maximilian Teodorescu, pada Rabu, 20 Agustus 2025, dan menjadi perbincangan para astronom dunia.
Teodorescu, peneliti di Institute of Space Science, mengatakan tornado matahari berukuran besar jarang terlihat, apalagi bersamaan dengan erupsi prominensa. “Tornado ini tingginya sekitar 130 ribu kilometer, kira-kira sepersepuluh diameter Matahari,” ujarnya kepada Live Science (21/8).
Untuk memberi gambaran, diameter Bumi hanya sekitar 12.756 kilometer. Artinya, pusaran plasma itu setara dengan sepuluh kali ukuran Bumi yang ditumpuk ke atas. Tornado matahari umumnya berukuran 25 ribu hingga 100 ribu kilometer, sehingga temuan kali ini terbilang raksasa.
Tak hanya itu, Teodorescu juga mengukur semburan plasma yang muncul bersamaan. Erupsi prominensa itu mencapai lebar 200 ribu kilometer, hampir menyamai peristiwa serupa pada Juli lalu yang dijuluki “The Beast.”
Fenomena langka ini pertama kali terdeteksi Teodorescu lewat jaringan Global Oscillation Network Group (GONG) pada 18 Agustus. GONG, yang dioperasikan National Solar Observatory, memiliki enam teleskop identik di berbagai negara untuk memantau Matahari hampir secara real time. Dengan bantuan istrinya, Eliza Teodorescu—yang juga peneliti di lembaga yang sama—ia berhasil mengarahkan teleskop dan menangkap gambar keduanya dalam satu bingkai.
Tornado di Bumi dipicu angin kencang dan bergerak dinamis. Tapi tornado matahari, yang dikenal sebagai tornado prominensa, terdiri dari gas terionisasi atau plasma yang terperangkap medan magnet. Plasma ini tertambat pada fotosfer—permukaan Matahari yang tampak—dan menjulur ke korona, lapisan atmosfer terluar bintang itu.
Menurut NASA, jika medan magnet yang menahan plasma melemah atau tidak stabil, prominensa bisa meledak keluar menjadi erupsi. Dalam banyak kasus, plasma itu terlempar ke ruang angkasa sebagai lontaran massa koronal (CME). Badai Matahari jenis ini dapat menghantam medan magnet Bumi, memicu aurora, sekaligus berpotensi mengganggu satelit dan sistem komunikasi.
Teodorescu memastikan prominensa yang ia potret melepaskan CME, tapi arah lontarannya tidak menuju Bumi. “Tidak akan ada gangguan ataupun aurora dari peristiwa ini,” ujarnya. Meski begitu, aktivitas Matahari lain saat ini tengah mengirim angin surya ke Bumi. Pengamat langit di lintang tinggi kemungkinan berkesempatan melihat cahaya aurora malam ini.
Para astronom mencatat fenomena ini muncul di tengah fase paling aktif siklus 11 tahunan Matahari, yang dikenal sebagai solar maximum. Pada periode ini medan magnet Matahari melemah dan membalik, memicu lebih banyak letupan, bercak, dan aktivitas ekstrem lainnya.
Teodorescu menambahkan, bahkan teleskop kecil yang dilengkapi filter Matahari bisa digunakan untuk mengamati dinamika ini. “Matahari adalah objek paling dinamis yang bisa dilihat baik oleh amatir maupun profesional,” ujarnya.
Fenomena tornado dan erupsi plasma raksasa ini menegaskan betapa dahsyat dan rapuhnya keseimbangan magnetik di bintang terdekat kita. Bagi ilmuwan, setiap gambar seperti ini bukan sekadar tontonan, tapi juga kunci memahami bagaimana badai Matahari memengaruhi Bumi.
(*)
Sumber: Live Science dan dialihbahasakan oleh Tim Blogisa