Selasa, 20 Mei 2025, 22.03 WIB
Last Updated 2025-05-20T15:03:42Z
Health

Siapa yang Lebih Banyak Butuh Olahraga, Laki-laki atau Perempuan?

Siapa yang Lebih Banyak Butuh Olahraga, Laki-laki atau Perempuan?


BLOGSIA.EU.ORG - Sebuah studi berskala besar yang diterbitkan pada 2024 mengungkap fakta mengejutkan tentang perbedaan manfaat olahraga antara pria dan wanita. Penelitian yang dimuat dalam Journal of the American College of Cardiology ini menemukan bahwa wanita memperoleh manfaat kesehatan dan penurunan risiko kematian lebih besar dari olahraga dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan pria.

Penelitian ini menganalisis data lebih dari 412 ribu orang dewasa di Amerika Serikat, berusia 27 hingga 61 tahun. Sebanyak 55 persen dari peserta adalah perempuan. Data diperoleh melalui National Health Interview Survey (NHIS), survei kesehatan terbesar dan terlama di AS, yang berlangsung antara tahun 1997 hingga 2017.

Informasi tentang jenis, frekuensi, durasi, dan intensitas olahraga yang dilakukan peserta dikumpulkan dan kemudian dikaitkan dengan catatan kematian nasional hingga akhir 2019. Selama periode itu, sebanyak 39.935 peserta dilaporkan meninggal dunia, termasuk 11.670 akibat penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke.

Menariknya, hanya sekitar 32 persen perempuan dan 43 persen laki-laki yang mengaku rutin melakukan olahraga aerobik setidaknya 150 menit per minggu. Meski begitu, perempuan yang aktif berolahraga menunjukkan penurunan risiko kematian hingga 24 persen dibandingkan yang tidak aktif. Sedangkan pada laki-laki, penurunan risiko ini hanya mencapai 15 persen.

Yang lebih mencengangkan, perempuan hanya butuh sekitar 140 menit aktivitas fisik intensitas sedang hingga berat setiap minggu untuk mendapatkan manfaat optimal. Sedangkan laki-laki membutuhkan hampir dua kali lipatnya, sekitar 300 menit per minggu, untuk mencapai efek serupa.

Peneliti utama Dr. Martha Gulati dari Smidt Heart Institute, Cedars-Sinai, menyatakan bahwa temuan ini menjadi dorongan kuat bagi perempuan untuk lebih rajin berolahraga. “Keindahan dari studi ini adalah mengetahui bahwa setiap menit olahraga yang dilakukan perempuan memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan pria,” ujarnya dalam pernyataan resmi.

Efek positif olahraga juga terlihat pada latihan kekuatan seperti angkat beban. Hanya 20 persen perempuan dan 28 persen laki-laki yang melakukan latihan kekuatan dua kali seminggu atau lebih. Namun perempuan yang melakukannya secara rutin mengalami penurunan risiko kematian sebesar 19 persen. Sebaliknya, pada laki-laki, penurunan hanya sekitar 11 persen.

Dalam hal kesehatan jantung, hasilnya bahkan lebih menonjol. Perempuan yang melakukan aktivitas aerobik memiliki risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular yang lebih rendah hingga 36 persen. Sedangkan pada laki-laki, penurunan risikonya hanya 14 persen.

Latihan kekuatan juga memberikan dampak signifikan. Perempuan yang rutin melakukan latihan ini menunjukkan penurunan risiko kematian akibat penyakit jantung hingga 30 persen. Sementara pada pria, efeknya hanya 11 persen.

“Yang paling mengejutkan adalah fakta bahwa latihan kekuatan pada perempuan mampu menurunkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular hingga 30 persen,” kata Dr. Gulati dalam wawancara dengan NPR. “Tidak banyak intervensi yang bisa memberikan dampak sebesar ini,” tambahnya.

Meski begitu, studi ini memiliki sejumlah keterbatasan. Data aktivitas fisik didasarkan pada laporan pribadi peserta, sehingga bisa saja terdapat kesalahan pelaporan. Selain itu, survei hanya mencatat olahraga yang dilakukan pada waktu senggang, tanpa memasukkan aktivitas fisik dari pekerjaan rumah atau pekerjaan harian lainnya.

Penelitian ini juga tidak memperhitungkan perubahan pola olahraga peserta dari waktu ke waktu, atau kondisi kesehatan yang tidak terdeteksi di awal studi. Namun demikian, hasil penelitian ini memperkuat temuan sebelumnya dari meta-analisis tahun 2011 yang dimuat di jurnal Circulation, yang juga menemukan hubungan lebih kuat antara olahraga dan penurunan risiko kematian pada perempuan dibandingkan pria.

Ketua Departemen Kardiologi di Smidt Heart Institute, Dr. Christine Albert, yang tidak terlibat dalam studi ini, berharap temuan ini dapat memotivasi lebih banyak perempuan untuk mulai berolahraga. “Saya berharap hasil riset ini bisa menjadi pemicu bagi perempuan yang belum aktif berolahraga untuk menyadari bahwa mereka bisa mendapatkan manfaat besar dari setiap menit olahraga yang dilakukan secara rutin,” katanya.

Temuan ini tidak hanya penting dari sisi medis, tetapi juga relevan dalam menyusun program kesehatan masyarakat yang lebih inklusif. Strategi kampanye gaya hidup sehat kini bisa diarahkan dengan pendekatan yang lebih sensitif terhadap gender, demi mendorong keterlibatan perempuan dalam aktivitas fisik.

Dengan kata lain, perempuan tidak perlu menunggu hingga punya banyak waktu luang atau menunggu peralatan olahraga canggih. Cukup dengan 20 menit gerak aktif setiap hari, risiko kematian dini bisa ditekan secara signifikan.

Olahraga, seperti yang kini semakin dipahami oleh sains, bukan soal gender atau jumlah keringat yang keluar. Tetapi soal seberapa konsisten dan bijak seseorang melakukannya untuk menjaga jantung tetap berdetak lebih lama.


(*)
Advertisement
close